Kamis, 02 Juni 2011

“TULISANMU ADALAH JEJAKMU”

Menulis adalah kegiatan yang membuat pena, pensil meliuk liuk. Tidak hanya sebatas pada hal tersebut, aktifitas berimajinasi dan mengapresiasikan untaian huruf menjadi kata, untaian kata menjadi kalimat, untaian kalimat menjadi wacana, yang dihasilkan dari tombol-tombol yang terkoneksi dengan satu kotak kaca yang sepakat kita sebut sebagai Komputer, laptop, note book, dll, itupun disebut menulis. Menulis menjadi katifitas yang sangat mengasyikan.
Meski tidak ada tahun yang sedemikian pasti yang menunjukkan kapan pastinya manusia pertama kali menulis terlebih untuk menulis dengan tujuan untuk memberitakan aktivitas-aktivitas (Ostaf Al Mustafa:2011), namun kira-kira 5300 tahun lalu, manusia sudah bisa menyampaikan sesuatu tidak hanya secara verbal, namun juga melalui gambar.
Menulis bagi sebagian orang adalah candu. Candu yang membuat orang-orang senantiasa merindukannya. Menulis pun ibarat setetes air di gurun pasir. Mungkin tidak akan berpengaruh bagi mereka yang tinggal dan menetap di tengah telaga. Tapi, tidak demikian adanya dengan mereka yang berada di gurun pasir. Menulis akan menjadi obat pelepas dahaga.
Banyak orang yang menjadi besar dan indah dengan menulis. Tengok saja, Habiburrahman El-Shirazy, Andrea Hirata, J.K Rowling, dll. Andrea Hirata misalnya, siapa yang bisa menjamin bahwa anda akan mengetahui keberadaan sosok Andrea Hirata ketika ia hanya duduk bersanding dengan profesi pengajarnya di salah satu pergguruan tinggi di Bandung? Untuk kalian yang berada di luar atmosfer kampus tempatnya mengajar, saya berani mengatakan, TIDAK! Andrea Hirata malah menjadi sosok yang hangat terdengar ketika ia berani dan mampu menuliskan kisah nyata dengan sedikit racikan imajinasi di atas novel tetraloginya. Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor, dan Maryamah Karpov. Siapa yang tidak pernah melihat jejeran buku tersebut di deretan buku “Best Seler” di Gramedia atau pusat penjualan buku?
Jika tidak, mungkin anda harus lebih sering berkunjung di tempat-tempat penjualan buku misalnya.
Ada lagi, Pramoedya Ananta Toer. Pada tahun 1998, ketika segala pergerakan melawan pemerintahan itu dibungkam, hingga seorang Pramoedya Ananta Toer ditahan, di balik jeruji besi pun ia tetap menulis. Untaian kata sastra menjadi lekat denagnnya. Pada buku ke dua dari tetraloginya yang berjudul “Anak Semua Bangsa” terdapat dialog yang cukup menyentuh, “tahukah kau mengapa kau ku sayangi lebih dari siapapun? Karena Kau menulis.”
Jika kau seorang pemimpi, maka awalilah mimpimu dengan tulisan. Teringat di suatu kesempatan, seorang teman bertanya pad laki-laki yang member materi.Temanku berkata, “ Pa’ mengapa orang-orang yang menuliskan mimpinya akan lebih berpotensi mendapat mimpinya dalam wujud yang nyat?”. Laki-laki itu kemudian menjawab, “mimpi yang kau tuliskan adalah jejak yang kau tinggalkan. Lembaran jejak itu akan bisa kau lihat kapan saja. Dan ketika kau melihatnya, kau akan sadar dengan mimpi-mimpi yang telah kau rancang. Dengan sadarnya dirimu, kau akan termotivasi dan terus berusaha untuk mewujudkannya”.
Seorang mahasiswa dari salah satu perguruan tinggi di Indonesia sempat menceritakan kisahnya. Ia menyususn mimpinya mulai dari urutan pertama. Tanpa Ia sadari, ia telah sampai pada mimpinya yang ke 82. Untuk deretan tulisan yang sebelumnya, ia tidak lagi mendapatkannya dengan tulisan yang rapi, Ia tidak lagi menemukan coretan di sana, bukti bahwa mimpinya telah terwujud. Dan kini, ia menuju mimpinya yang ke 114. Mengibarkan bendera merah putih di puncak tertinggi dunia, Fujiyama, Jepang.
Sebuah bukti bahwa tulisan memiliki kekuatan yang besar untuk mengubah seseorang. Dirimu adalah bagian dari dunia. maka dengan menulis kau akan memiliki kekuatan besar untuk merubah dunia. Banyak hal yang emnjadi sumber inspirasi untuk menulis. Seperti misalnya, sebuah pencapaian indah dalam hidup kita. Ingat, bukan untuk pamer. Terkadang, kita terpaku membaca tulisan-tulisan orang lain, tulisan tentang pencapaian keberhasilan mereka. tanpa disadari, kita telah berlaku tidak adil dengan diri kita sendiri. Betapa tidak, untuk mengabadikan pencapaian kita sendiri itupun enggan. Tulisanmu adalah jejakmu. Keep writing.

Ayu Adriyani Yusuf
di sudut keramaian
 

0 komentar:

Posting Komentar